Sabtu, 19 Oktober 2013

Cara membaca pikiran orang lain

Banyak anggapan bahwa membaca pikiran
adalah pekerjaan seorang psikolog, paranormal
atau bahkan dukun. Namun, percaya atau tidak,
dalam kehidupan sehari-hari, anda semua
adalah seorang pembaca pikiran. Sebab, tanpa
kemampuan untuk mengetahui pikiran serta
perasaan orang lain, kita semua tak akan
mampu menghadapi situasi sosial semudah
apapun. Dengan membaca pikiran, kita dapat
membuat perkiraan tentang tingkah laku
seseorang lalu membuat kita dapat menentukan
keputusan berikutnya.
Jika kita melakukan pembacaan ini dengan
buruk, dampaknya bisa serius: konflik bisa saja
terjadi akibat kesalahpahaman. Contoh yang
nyata kesulitan mengenali pikiran dan perasaan
orang lain—mindblindness, dapat dilihat pada
penyandang autisme, dimana ketidakmampuan
tersebut menjadi suatu kondisi yang
mengganggu.
Kemampuan membaca pikiran ini, yang oleh
William Ickes—profesor psikologi di University of
Texas, disebut sebagai emphatic accuracy.
Darimana asalnya?
Kemampuan (terbatas) kita untuk membaca
pikiran menurut Ross Buck–profesor
Communication Sciences di University of
Connecticut, memiliki sejarah yang amat
panjang. Dikatakannya bahwa, melalui jutaan
tahun evolusi, sistem komunikasi manusia
berkembang menjadi lebih rumit saat
kehidupan juga menjadi lebih kompleks.
Membaca pikiran lantas menjadi alat untuk
menciptakan dan menjaga keteraturan sosial;
seperti membantu mengetahui kapan harus
menyetujui sebuah komitmen dengan pasangan
atau melerai perselisihan dengan tetangga.
Kemampuan ini sendiri muncul sejak manusia
dilahirkan. Bayi yang baru lahir lebih menyukai
wajah seseorang dibandingkan stimulus lainnya,
dan bayi berusia beberapa minggu sudah
mampu menirukan ekspresi wajah. Dalam 2
bulan, bayi sudah dapat memahami dan
berespon terhadap keadaan emosional dari
pengasuhnya. Nancy Eisenberg, profesor
psikologi di Arizona State University dan ahli
dalam perkembangan emosional, menuturkan
bahwa bayi berusia 1 tahun mampu mengamati
ekspresi orang dewasa dan menggunakannya
untuk menentukan tingkah laku berikutnya.
Lanjutnya, bayi usia 2 tahun mampu
menyimpulkan keinginan orang lain dari tatapan
matanya, dan di usia 3 tahun, bayi dapat
mengenali ekspresi wajah gembira, sedih atau
marah. Saat menginjak usia 5 tahun, bayi sudah
memiliki kemampuan dasar untuk membaca
pikiran orang lain; mereka telah memiliki “teori
pikiran.” Bayi tersebut mampu memahami
bahwa orang lain memiliki pemikiran, perasaan
dan kepercayaan yang berbeda dengan yang
mereka miliki.
Anak-anak tadi mengembangkan kemampuan
membaca pikiran dengan mengamati
pembicaraan orang dewasa, dimana mereka
membedakan kompleksitas aturan dan interaksi
sosial. Selain itu, kegiatan bermain dengan
teman sebaya juga dapat melatih anak untuk
membaca pikiran anak lainnya. Namun, tak
semua anak bisa mengembangkan kemampuan
ini. Anak-anak yang mengalami penelantaran
dan kekerasan cenderung mengalami hambatan
dalam mengembangkan kemampuan membaca
pikiran ini. Sebagai contoh, anak yang
dibesarkan dalam keluarga yang penuh dengan
kekerasan, mungkin akan jauh lebih peka
terhadap ekspresi marah, walaupun
sesungguhnya emosi marah tidak muncul.
Lanjut lagi, kemampuan membaca pikiran yang
lebih maju biasa muncul pada masa remaja
akhir. Hal ini terjadi karena kemampuan untuk
menyimpan perspektif dari beberapa orang di
saat yang sama—dan lalu mengintegrasikannya
dengan pengetahuan kita dan orang yang
bersangkutan itu—seringkali membutuhkan
kemampuan otak yang sudah jauh berkembang.
Bagaimana Membaca Pikiran?
Membaca bahasa tubuh adalah komponen inti
dari membaca pikiran. Lewat bahasa tubuh,
kita bisa mengetahui emosi dasar seseorang.
Peneliti menemukan bahwa ketika seseorang
mengamati gerak tubuh orang lain, mereka
dapat mengenali emosi sedih, marah, gembira,
takut dll, bahkan ketika pengamatan hanya
dilakukan dengan pencahayaan yang minim.
Ekspresi wajah juga merupakan penanda bagi
kita untuk dapat mengetahui apa yang
dipikirkan orang lain. Namun sayangnya, banyak
dari kita yang tidak mampu untuk mendeteksi
ekpresi ini. Salah satu sumber yang kaya akan
penanda ini adalah mata seseorang; otot-otot di
sekitar mata. Mata seseorang adalah sumber
penanda yang paling kaya jika dibandingkan
bagian lain yang ada di wajah. Contohnya: mata
yang turun ketika sedih, terbuka lebar ketika
takut, terlihat tidak fokus kala sedang
berkhayal, menatap tajam penuh kecemburuan,
atau menatap sekitarnya ketika tidak sabar.
Kita dapat semakin tahu pikiran orang lain dari
komponen-komponen dalam percakapan—kata-
kata, gerak tubuh, dan nada suara. Namun
diantara ketiganya, Ickes menemukan bahwa isi
pembicaraan menjadi komponen terpenting
dalam membaca pikiran dengan baik.
Menjadi Pembaca Pikiran Ulung
Lalu, bagaimana kita bisa menjadi seorang
pembaca pikiran yang lebih baik? Tim dari
Psychology Today telah merumuskan beberapa
hal yang bisa membantu kita membaca pikiran.
Kenalilah orang lain. “Kemampuan membaca
pikiran akan meningkat, semakin kita mengenal
lawan bicara kita,” kata William Ickes. Jika kita
berinteraksi dengan seseorang selama kurang
lebih sebulan, kita akan lebih mudah untuk
mengenali apa yang ia pikirkan dan rasakan.
Hal tersebut dapat terjadi karena: kita mampu
mengartikan kata-kata dan tidakan orang lain
dengan lebih tepat, setelah mengamatinya
dalam berbagai situasi; kedua, kita mengetahui
apa yang terjadi dalam hidup mereka, dan
mampu menggunakan pengetahuan itu untuk
memahami mereka dalam konteks yang lebih
luas.
Minta umpan balik. Penelitian menunjukkan
bahwa kita dapat meningkatkan kemampuan
membaca dengan cara menanyakan kebenaran
dari tebakan kita. Misalnya, “Saya mendengar,
sepertinya Engkau sedang marah. Benar tidak?”
Perhatikan bagian atas dari wajah. Emosi yang
palsu, biasanya diungkapkan pada bagian
bawah wajah seseorang. Sedangkan, menurut
Calin Prodan—profesor neurologi di University of
Oklahoma Health Sciences Center, emosi utama
bisa dilihat dari sebagian ke atas wajah,
biasanya di sekitar mata.
Lebih ekspresif. Ekspresivitas emosi cenderung
timbal balik. Ross Buck, “semakin kita
ekspresif, semakin banyak pula kita akan
mendapat informasi mengenai kondisi
emosional dari orang lain di sekitar kita.”
Santai. Menurut Lavinia Plonka, pengarang
Walking Your Talk, seseorang cenderung
“menyamakan diri” dengan lawan bicaranya
melalui postur tubuh dan pola napas. Jika anda
merasa tegang, teman bicara anda bisa saja,
secara tak sadar, menjadi tegang pula lalu
terhambat, dan akhirnya menjadi sulit untuk
dibaca. Ambillah napas panjang, senyumlah,
dan coba untuk menampilkan keterbukaan dan
penerimaan kepada siapapun yang bersama
anda.
Tinjauan Kritis
Perlu kita ingat, bahwa ekspresi emosi bisa
berbeda di berbagai budaya. Ekspresi sedih di
satu budaya, bisa jadi diinterpretasikan sebagai
emosi lain di budaya lain. Jadi jika ingin
membaca seseorang, kita perlu memperhatikan
pula unsur budaya yang berlaku di tempat
tinggal orang itu, jangan sampai salah
menebak, atau bahkan memicu terjadinya
kesalahpahaman.
Kita juga tak bisa mengesampingkan fenomena
membaca pikiran ini sebagai sebuah fenomena
yang biasa diasosisasikan dengan kemampuan
supranatural, sebab percaya tidak percaya,
memang ada orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk membaca pikiran yang sulit
dijelaskan ilmu pengetahuan. Setidaknya
penulis telah menemukan beberapa orang
dengan kemampuan membaca pikiran, yang
bahkan mampu melihat masa depan dan
berbagai macam hal yang sulit diterima nalar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar